Budaya Kemiskinan, Ada?
![]() |
Ilustrasi. (kalosara.com) |
Oleh Muhamad Husni Tamami - I34190111
Dari hasil kuliah Sosiologi Pedesaan pada
Rabu, 11 November 2020
Kemiskinan
sudah menjadi masalah umum bagi setiap negara, baik negara maju maupun negara
berkembang masih ditemukan masalah ini. Kemiskinan juga bukan hanya ditemukan
di pedesaaan, juga ditemukan di perkotaan.
Kondisi
kemiskinan di Indonesia meningkat semenjak pandemi Covid-19. Data menyebutkan
per Maret 2020 jumlah penduduk miskin mencapai 26, 42 juta orang. Sekitar 9,78%
dari penduduk Indonesia. Masyarakat perkotaan mencapai 11, 6 juta, sementara
masyarakat desa mencapai 15,26 juta.
Ada
berbagai konsep kemiskinan. Menurut World Bank (2000), kemiskinan adalah
kehilangan keejahteraan (depriviation of well being). Sementara Badan
Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (baik makanan
maupun nonmakanan) dengan 14 indikator.
Soal kemiskinan, Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia
angkat bicara. Menurut Sajogyo (1977) kelompok kemiskinan adalah rumah tangga
yang mengonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala
di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Angka kecukupan pangan yakni 2.172 kalori
per orang per hari.
Dalam perkuliahan
Sosiologi Pedesaan juga dijelaskan ada empat bentuk kemiskinan, di antaranya
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, dan kemiskinan
struktural. Kemiskinan absolut pendapatannya di bawah garis kemiskinan.
Kemiskinan relatif merupakan pengaruh dari kebijakan pembangunan yang
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. Kemiskinan kultural disebabkan karena
faktor budaya. Kemiskinan struktural disebabkan karena faktor-faktor buatan
manusia, seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, dan sebagainya.
Kelompok
miskin tidak berdiri begitu saja. Ada ciri-ciri yang kemudian masuk ke dalam
kategori miskin. Ciri tersebut di antaranya rata-rata tidak mempunyai faktor
produksi sendiri, tingkat pendidikan rendah, kebanyakan bekerja sendiri
atau berusaha sendiri dan bersifat kecil, setengah menganggur atau menganggur,
kebanyakan berada di pedesaan, beberapa di daerah tertentu perkotaan, dan
kurangnya kesempatan untuk memperoleh bahan kebutuhan pokok, pakaian,
perumahan, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan sosial lainnya.
Masyarakat
miskin di desa dan di kota tidak sama. Ada perbedaan dari faktor penyebabnya
dan sumber daya intinya.
Ada istilah
budaya kemiskinan. Apakah memang kemiskinan itu menjadi seebuah kebudayaan yang
melekat di masyarakat? Atau hanya dibuat-buat saja?
Sebelum ke
sana, kita mengenal dulu terminologi budaya. Menurut Sumardjan, budaya adalah
semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Tylor menyebut budaya adalah
adat istiadat, kemampuan, dan kebiasaan. Budaya juga merupakan sistem nilai
yang melekat di masyarakat.
Berikut ini
beberapa hasil studi budaya kemiskinan.
- Oscar Lewıs
Kebudayaan kemiskinan itu tidak pernah ada dalam
sebuah masyarakat yang menganut sistem kekerabatan yang patrilineal atau
matrilineal.
2.
Sajogyo
Modernisasi
pertanian bukan melepaskan kemiskinan lapisan buruh, malah sebaliknya (Modernization
Without Development)
3.
Astıka
(2010)
Kebudayaan
kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan reaksi kaum miskin
terhadap kedudukan marginal mereka dalam masyarakat yang berstrata kelas,
sangat individualistis berciri kapitalisme.
Konsep
Astika (2010) terkait budaya kemiskinan di masyarakat ada yang menarik yang
bisa dijadikan sebagai sampel kebudayaan kemiskinan, yaitu pada tingkat
individu, yaitu kuatnya perasaan tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan
yang tinggi dan rasa rendah diri.
Seperti
diketahui memang beberapa masyarakat yang kondisi ekonominya sedang menurun
merasa dirinya pasrah dan tidak ada upaya untuk bangkit dari keterpurukannya. Ada
juga yang merasa bahwa ini adalah takdirnya. Padahal kondisi tersebut adalah
nasib yang sejatinya bisa dirubah asalkan ada ikhtiar dan kerja keras dari
individu.
Budaya
kemiskinan memang dalam teorinya ada. Namun, dalam kenyataan di lapangannya
beberapa ada yang dibuat-buat oleh individu tersebut. Padahal mereka bisa
berupaya atau berikhtiar untuk bangkit dan keluar dari zona kemiskinan.
Sejatinya mereka bangkit dari zona kemiskinan itu dengan melakukan berbagai
ikhtiar. Selama ada usaha dan kerja keras, kondisi tersebut lambat laun akan
ada perubahan.

MHT
Pembelajar
Spread Goodness and Expedience.
- MHT
- Agustus 19, 2000
- Megamendung, Bogor, Jawa Barat
- muhamadhusnitamami@gmail.com
- +62821 2582 6729
Post a Comment