Cerita Kesaksian 16 Tahun Silam Tsunami Aceh #53
Sabtu, 26 Desember 2020 adalah tepat tahun ke- 16
tsunami Aceh, sebuah peristiwa besar yang merenggut banyak nyawa di tanah
julukan Serambi Mekkah terjadi. Ya, tepatnya pada 26 Desember 2004. Saya pun
masih berusia 4 tahun, belum tau peristiwa itu terjadi saat tahun 2004. Jauh
juga antara Bogor dengan Aceh, so peristiwa itu baru terdengar di telinga saya
ketika menginjak bangku pendidikan.
Dilansir dari Inews.id, pada Ahad,
26 Desember 2004 terjadi gempa berkekuatan 9,2 skala ritcher (SR) mengguncang
laut Samudera Hindia. Pusatnya berada di 160 km arah barat, Lhoknga, Kabupaten
Aceh Besar, Provinsi Aceh. Beberapa sumber ada yang menyebut 9,1 SR ada juga
yang menyebut 9,3 SR. Namun, dilansir dari kabar24.bisnis.com, sejumlah
lembaga internasional sepakat menggunakan angka 9,1 - 9,2 untuk mengukur
guncangan saat itu.
Bencana yang paling mematikan di abad ke- 21 itu memberikan
dampak ke berbagai negara. Selain Indonesia, negara lain yang terkena dampaknya
adalah Sri Lanka, India, Thailand, Somalia, Myanmar, Maladewa, Malaysia,
Tanzania Seychcelles, Bangladesh, Afrika Selatan, Yaman, Kenya, dan Madagaskar.
Kemarin pada Sabtu, 26 Desember 2020 setelah kawan
saya Rizki Aditya Putra meminta untuk menuliskan peristiwa bersejarah ini, saya
langsung menghubungi salah satu kawan di Aceh. Namanya adalah Muhammad Razi,
seorang mahasiswa IPB University yang selamat dari tsunami Aceh 2004.
Rumah Duta Wisata Terfavorit Acut 2020 itu
bercerita, rumah dia sebenarnya jauh dari masjid Baiturrahman. Masjid tersebut
di Banda Aceh. Sementara ia di Aceh Utara, tetapi kena juga, cuman tidak
separah di Banda Aceh yang sampai semuanya datar. Kecuali masjid yang masih
berdiri kokoh. Ini adalah suatu keajabian Allah yang tak bisa dianalisa dengan
pikiran manusia.
Dulu ceritanya orang-orang yang berlindung di
masjid itu selamat. Katanya, saat air ngalir ke halaman masjid lumayan tinggi
dan airnya tidak masuk ke dalam masjid. Tidak merusak masjid sama sekali. Hanya
sampah berserakan di halaman masjid cukup banyak. Semuanya tersapu rata oleh
air. Ketinggian air waktu itu pertama kali naik sekitar 24 meter.
Sebelum terjadi tsunami ada pacuan dari gempa bumi
terlebih dahulu. Saat gempa bumi itu terjadi Razi benar-benar merasakan
bagaimana rasanya di kondisi panik itu. Semua orang keluar dari rumahnya dan
duduk berjejer di jalan menjauh dari bangunan rumah atau gedung yang
kemungkinan roboh.
"Saya baru berusia 4 tahun benar-benar
melihat dan masih ingat betapa kacaunya keadaan saat itu di daerah saya
sendiri. Semua pada istighfar, solawat, dan berdoa. Sampek ada yang mengabarkan
air sudah naik kendarat, saat itu belum ada sebutan tsunami, jadi masih air
naik ke darat kata orang desa," kata Razi.
Rumah Razi yang juga toko barang-barangnya yang
untuk dijual hancur terendam air. Pernah mengalami kebangkrutan, tapi ia
bersyukur karena masih ada beberapa yang masih bisa digunakan.
"Dan kejadian pagi itu saya sekeluarga
alhamdulillah selamat, karena langsung bergegas siap-siap saat gempa di mulai,
dan pada saat air naik kami udah siap untuk ngungsi ke arah selatan. Cuma pada
saat kami berangkat, kami cuma ditemani sama ibu kami, karena ayah sedang di
luar kota, untuk mengirimkan ikan hasil panen dari desa kita ke kota kota besar
di Aceh," lanjut Razi.
Ia berangkat dengan berbagai cara. Kendaraan
hingga tong yang biasa digunakan jualan ikan keliling dimanfaatkan untuk
kebutuhan mengungsi. "Jadi, kami yang kacil-kecil dimasukin ke tong itu
biar sekalian bisa pergi rame-rame. Ibu yang berusaha semuanya dan itu menjadi
kenangan yang sangat mengena untuk saya ingat. Mulai kami berangkat sampek air
laut udah surut lagi, ibu balik lagi ke desa buat lihat kondisi rumah, yang
ceritanya penuh dengan sampah dan mayat yang terbawa arus dan nyangkut di
dinding-dinding rumah warga," sambung Putera Singkong 2020 itu.
Setelah semuanya aman dan air telah surut, ia dan
keluarga pulang ke rumah. Razi benar-benar melihat desa dengan penuh sampah.
Rumahnya juga basah semua dan semua barang di kardus hancur juga lupuk akibat
terendam air.
Kondisi sekarang desa Razi sudah kembali normal.
Jalan sudah diperbaiki dan banyak bantuan rumah bagi warga yang mengalami
kerusakan rumah saat musibah itu. Sampai sekarang msaih dalam tahap pembangunan
untuk terus lebih baik.
Setelah tsunami itu terjadi, uluran bantuan
diberikan oleh banyak pihak. Ini bukti nyata bahwa sesama sudara setanah air
harus saling peduli dan timbul rasa kemanusiaan. Tidak hanya dari saudara
setanah air, bantuan juga didapatkan dari berbagai negara. Dilansir dari
Sindonews terdapat belasan miliar dollar donasi terkumpul. Kemudian dari
peristiwa itu dibuatlah museum tsunami yang dirancang oleh Ridwan Kamil dan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Desember 2004 menetapkan hari
berkabung selama 3 hari.
Semoga dari peristiwa ini terdapat hikmah yang
dapat dipetik dan bisa menjadi pembelajaran untuk kita. Kita tidak tahu di hari
esok peristiwa apa yang terjadi. Seyogyanya kita bersiap diri dan selalu ingat
Tuhan Yang Maha Esa kapan pun dan di mana pun. Semoga para korban bencana
tsunami Aceh 2004 ini di tempatkan di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin ya
Allah.
Ditulis oleh MHT, narasumber Muhammad Razi,
permintaan dari Rizki Aditya Putra
Tags : Catatan MHT

MHT
Pembelajar
Spread Goodness and Expedience.
- MHT
- Agustus 19, 2000
- Megamendung, Bogor, Jawa Barat
- muhamadhusnitamami@gmail.com
- +62821 2582 6729
Post a Comment