Tak Dipanggil MC #37
Bagaimana rasanya
ketika sudah siap-siap perform
tapi tak dipanggil MC? Saya yakin jawabannya beragam. Kendati begitu, saya
pernah merasakannya.
Kala itu
perpisahan SMA. Persiapan sudah matang. Sudah latihan juga dengan guru seni
untuk musik pengiringnya. Kostum sudah ada di tas. Tinggal dipake aja. Pokoknya
semua sudah ready, tinggal nunggu giliran dan dipanggil MC aja.
Tapi, tak
kunjung dipanggil juga. Padahal sudah waktunya. Akhirnya saya ke panggung, tak
dipanggil MC. Suasana berbeda, seperti tiba-tiba menyusup di acara resmi itu.
Eitsss. Tak
dipanggilnya saya oleh MC ternyata metode yang baru saya tau. Kala itu guru
Bahasa Indonesia saya yang menjadi MC -namanya Ibu Riri- memberitahu saya bahwa
ketika perform gak akan dipanggil.
"Ni,
nanti kamu pas tampil ibu gak akan panggil ya. Husni maju sendiri dan langsung perform
aja," katanya -kurang lebih begitu ucapannya, karena udah lama juga hehe.
Saya
mengikutinya. Ini adalah cara agar suasananya berwarna. Gak muluk-muluk
dipanggil MC. Tampil aja sambil ketika berjalan sudah memgang mic dan memulai
perform-nya . "Biar surprise," sambungnya.
Sebelumnya saya
telah berkoordinasi dengan panitia dan Pak Ridwan -guru seni yang mengiringi
penampilan saya. Alhamdulillah penampilan kala itu sukses. Saya menggunakan
baju kebesaran saat itu, yaitu baju Ibarat Kata yang kini telah bertransformasi
menjadi Ibarat.id.
Pelajaran dari
Sosok MC
Di awal saya
sudah sebut namanya. Darinya saya banyak mendapat pembelajaran. Ada satu ucapan
yang dulu saya simak baik-baik.
"Sekolah
itu baru 0,0000000000000000000001% persennya dari kehidupan kuliah dan
kehidupan nyata." Kira-kira begitu.
Memang betul
saat ini saya rasakan. Aktivitas saat menjadi siswa dengan mahasiswa sangat
berbeda jauh. Kehidupannya pun jauh berbeda. Ketika di sekolah memiliki 1
tantangan, di dunia nyata lebih dari itu.
Oh iya, terjun
ke dunia menulis juga salah satunya adalah saya termotivasi dari sosok Kakak
Pramuka ini. Saya suka konsultasi bagaimana membuat tulisan yang baik dan benar
itu.
Dulu pernah
saya ingin menulis novel. Baru 2 halaman kalau tidak salah. Kemudian saya minta
kepadanya untuk direvisi. Alhamdulillah, banyak yang direvisi hehe. Tapi,
tulisan itu belum dilanjutkan. Pikir saya -waktu itu-, passion saya
belum di tulisan fiksi. Masih di dunia non fiksi, khususnya tulisan
jurnalistik, karena memang saat SMA saya sudah terjun ke dunia media itu.
Sang Penulis
Ibu Riri ini
seorang penulis juga. Kalau buku yang terbit saya tidak tau ada berapa. Dengar
darinya, pernah buku yang ditulisnya terbit.
Akhir-akhir
ini saya sering membaca tulisannya. Tulisannya sangat mudah dipahami. Tidak
hanya saya, tapi juga pembaca lainnya.
"Mantap..ringan
sekali tulisannya.. bahasanya mudah dimengerti olh org awam seperti saya,"
tulis seseorang setelah saya kirimkan lini tulisan kakak Pramuka ini.
Judul
tulisannya pun sangat menarik. Tidak banyak kata, tapi membuat pembaca
penasaran. Kalau mau membaca tulisannya bisa cek di radarbogor.id/opini.
Terima kasih
kak -sebutan saya di Pramuka- atas ilmu dan pelajarannya. Semoga kakak selalu
sehat dan terus memberi inspirasi kebaikan dan kemanfaatan. Salam dari murid
satu ini.
Tags : Catatan MHT

MHT
Pembelajar
Spread Goodness and Expedience.
- MHT
- Agustus 19, 2000
- Megamendung, Bogor, Jawa Barat
- muhamadhusnitamami@gmail.com
- +62821 2582 6729
Post a Comment